Wilopo Dari Partai Mana

Daftar Perolehan Suara dan Kursi Parpol di DPR RI 2024-2029

Baca juga: Jelang Pelantikan, KPU RI Siapkan Tiga Hotel untuk Menginap Para Anggota DPR Terpilih

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Seringkali kita berfikir, bagaimana untuk mengetahui sesebuah iPhone yang dimiliki ini sebenarnya dijual untuk pasaran negara yang mana? Seperti yang sedia maklum, peranti iPhone ini dijual di kebanyakan negara-negara di seluruh dunia. Sebagai pengguna, Model Name/Part No. ialah sangat penting untuk mengetahui di mana iPhone itu sepatutnya dijual dan dipasarkan. Ia juga boleh membantu kita membuat kesimpulan sama ada ianya sesuai digunakan di Malaysia ataupun tidak.

Apakah maksud Model Name/Part No. ini?

Model Name/Part No. ini merupakan suatu label kod identifikasi. Dengan kod kod tersebut kita boleh mengetahui jenis, model, kapasiti, warna dan negara yang sepatutnya peranti itu dijual.

Bagaimana untuk mencari Model Name/Part No. ini? Sebenarnya ada banyak cara, saya tunjukkan dua cara yang mudah terlebih dahulu seperti di bawah.

Sebagai contoh kod yang tertera pada gambar di atas ialah MC319LL/A. Dari situ kita boleh mengetahui bahawa:

1. Kod huruf pertama ‘M’

Untuk bahagian kod huruf yang pertama, ‘M’ membawakan maksud iPhone tersebut dijual samada melalui kedai rasmi Apple Store, laman jualan rasmi dalam talian Apple atau wakil penjual rasmi Apple. Selain itu, terdapat empat lagi variasi huruf dan nombor mengikut iPhone tertentu atau unik yang boleh didapati di pasaran seperti contoh di bawah:

2. Kod huruf kedua ‘C’

Bagi kod huruf yang kedua ini, saya dapati ianya berubah-ubah mengikut batch model iPhone. Namun ia tidaklah tetap atau kekal kepada satu model sahaja. Sebagai contoh, kebanyakannya:

3. Kod nombor ketiga ‘319’

Bagi kod ketiga ialah kod nombor yang digunakan untuk mengenalpasti model, jenis, kapasiti dan warna iPhone berkenaan. Untuk senarai penuh mengikut model iPhone yang anda gunakan, boleh rujuk pada artikel Senarai Kod Untuk Mengenalpasti Jenis, Kapasiti dan Warna iPhone ini.

4. Kod huruf keempat ‘LL’

Kod huruf yang keempat ialah kod negara atau daerah (region). Setiap kod ini melambangkan negara atau daerah yang dikhaskan bagi sesebuah iPhone itu untuk dipasarkan dan dijual yang dilabel, disusun dan dirangkakan oleh Apple. Penjualan peranti mengikut negara atau daerah menggunakan kod ini ialah untuk bagi mengelakkan daripada pelbagai jenis peranti dicampur aduk serta dijual di negara yang tidak sepatutnya.

Seperti contoh, iPhone dan peranti Apple yang lain serta peranti elektronik yang mempunyai kamera dan dijual di negara Jepun tidak boleh disenyapkan bunyi pengatup kamera walaupun suis senyap pada bahagian tepi telah diaktifkan seperti yang termaktub di bawah undang-undang negara tersebut. Ini adalah menghindarkan perbuatan tidak senonoh yang dilakukan oleh penyumbaleweng seperti menangkap gambar di bawah skirt pelajar perempuan yang sering dilaporkan berlaku di dalam tren.

Oleh itu, adalah tidak logik untuk iPhone bernegarakan Jepun ini untuk dijual di negara Asia yang lain. Terdapat juga beberapa buah negara yang mengamalkan undang-undang seperti ini, untuk penerangan terperinci dan maksud yang lebih lanjut anda boleh membaca artikel Ketahui Ciri iOS Yang Dibuang Pada iPhone Mengikut Negara Asal Dijual ini.

Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.

TEMPO.CO, Jakarta - Istilah Viking sering mengundang rasa penasaran, terutama bagi yang tertarik dengan sejarah. Namun, apa sebenarnya yang tersembunyi di balik kata tersebut? Mari kita gali lebih dalam mengenai asal-usul, arti sebenarnya, serta jejak budaya, dan pengaruhnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Viking, yang juga dikenal sebagai Norseman atau Northman, merupakan anggota kelompok pejuang laut dari Skandinavia yang merajalela dan menjajah sebagian besar wilayah Eropa dari abad ke-9 hingga ke-11.

Dikutip dari The Converstion, asal usul nama 'Viking' tidaklah pasti. Mungkin berasal dari kata Norse Kuno 'vík', yang artinya 'teluk', merujuk pada tempat asal mereka di tepi laut. Ini juga bisa berasal dari Bahasa Inggris Kuno 'wc', yang berarti 'kemah', mengacu pada perkemahan sementara saat penjarahan.

Mereka berbicara dalam bahasa Old Norse, yang memberikan pengaruh besar pada bahasa Inggris karena pemukiman mereka di utara Inggris. Prasasti runik adalah catatan tulisan awal mereka, sering kali diukir di benda-benda dan dinding. Namun, sumber utama tentang budaya mereka adalah sagas, yang merupakan cerita sejarah mereka yang tercampur antara fakta dan legenda, ditulis pada abad ke-13 di Islandia.

Pengaruh mereka yang mengganggu ini secara mendalam mempengaruhi sejarah Eropa. Bangsa Denmark, Norwegia, dan Swedia yang beragama pagan ini mungkin terdorong untuk melakukan penjarahan oleh kombinasi faktor seperti kelebihan penduduk di tanah air dan kerentanannya korbannya di luar negeri.

Menurut Britannica, Viking terdiri dari para kepala suku pemilik tanah dan pemimpin klan, pengiring mereka, orang merdeka, serta anggota muda yang penuh semangat dari keluarga suku yang mencari petualangan dan jarahan di luar negeri. Di kampung halaman, mereka adalah petani yang mandiri, tetapi di laut, mereka adalah para perampok dan penjarah.

Selama periode Viking, negara-negara Skandinavia tampaknya memiliki surplus tenaga kerja yang praktis tak terbatas, dan para pemimpin yang berbakat yang bisa mengorganisir kelompok pejuang menjadi pasukan penakluk dan tentara, jarang sekali kurang.

Dilansir dari History Today, bangsa Viking dikenal sebagai penjarah dan perompak abad pertengahan yang menakutkan, namun juga sebagai penjelajah dan pelaut ulung. Mereka menjelajah ke Eropa, Asia, Afrika utara, dan Newfoundland.

Mereka membentuk rute perdagangan global dan menetap di berbagai wilayah, termasuk Britania, Irlandia, dan Franka, serta membentuk kerajaan Kievan Rs di Sungai Volga. Meskipun awalnya pagan, mereka kemudian berpindah agama dan membangun gereja kayu indah di Skandinavia.

Pasukan ini akan menavigasi lautan dengan kapal panjang mereka dan melancarkan serangan kilat ke kota-kota dan desa-desa di sepanjang pantai Eropa. Pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan yang mereka lakukan membuat mereka diberi julukan víkingr, yang berarti "bajak laut" dalam bahasa Skandinavia awal.

Komposisi etnis yang tepat dari pasukan Viking tidak diketahui dalam kasus tertentu, tetapi ekspansi Viking di tanah Baltik dan Rusia dapat dengan wajar dikaitkan dengan orang Swedia. Di tempat lain, kolonisasi nonmiliter Kepulauan Orkney, Kepulauan Faroe, dan Islandia jelas dilakukan oleh orang Norwegia.

Di Inggris, penjarahan oleh Viking dimulai pada akhir abad ke-8 (terutama serangan terhadap biara Lindisfarne pada 793), tetapi lebih serius dimulai pada ]865, ketika pasukan yang dipimpin oleh putra-putra Ragnar Lothbrok menaklukkan kerajaan-kerajaan kuno di East Anglia dan Northumbria dan membuat  Mercia menjadi pecahan dari ukurannya sebelumnya.

Konsekuensi penaklukan Viking di Inggris meninggalkan bekas yang dalam di wilayah yang terkena dampaknya, seperti struktur sosial, dialek, nama tempat, dan nama pribadi.

Secara keseluruhan, Viking adalah kelompok yang memiliki reputasi kompleks dalam sejarah. Mereka bukan hanya sekadar penjarah dan perompak, tetapi juga penjelajah yang mahir dalam pelayaran. Meskipun awalnya terkenal dengan serangan mengerikan, mereka juga berperan dalam membentuk jalur perdagangan global dan membangun pemukiman di berbagai belahan dunia.

Pada era kekuasaan Orde Baru, Partai Golkar mendominasi dengan kemenangan mutlak sepanjang era tersebut. Namun setelah runtuhnya kekuasaan tersebut pasca gelombang reformasi perolehan suara partai ini cenderung tergerus.  Pada Pemilu 1971 merupakan kemenangan Partai Golkar yang menjadi langkah awal bagaimana partai ini medominasi hasil pemilu serta berlanjut pada lima pemilu selanjutnya di era Orde Baru.

Kemenangan dalam lima pemilu ini karena adanya dukungan oleh tiga pilar utama, yakni militer, birokrasi, dan teknokrat. Kondisi tersebut menjadikan Golkar sebagai The Ruling Party, pada Pemulu 1977 Golkar memperoleh 62,1 persen suara, Pemilu 1982 meraih 63,9 persen suara, Pemilu 1987 mencapai 73,1 persen serta Pemilu 1992 meraih 68,1 persen. Partai Golkar saat dibawah kepemimpinan Harmoko yang merupakan tokoh sipil pertama memperoleh suara tertinggi sepanjang pemilu. Pada Pemilu 1997, Golkar memperoleh 74,5 persen suara, bahkan di beberapa wilayah luar Jawa perolehan suara mencapai 90 persen.

Pada babak baru Partai Golkar setelah era Orde Baru banyak pihak yang memprediksi  partai ini akan habis bersama masa tersebut karena Golkar berdiri atas kekuasaan Soeharto saat itu. Namun hingga saat ini terbukti partai ini mampu bertahan sebagai salah satu partai besar. Terbukti setelah era reformasi pada Pemilu 1999 partai ini berada diurutan kedua setelah PDI Perjuangan dengan perolehan suara 22,4 persen. Umar Ibnu Alkhatab (dalam Partai Politik 1999-2019: Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, Penerbit Buku Kompas, 2016 halaman 125) menjelaskan bahwa bertahannya Golkar di Pemilu 1999 tidak lepas dari pembaruan yang dilakukan Golkar dengan paradigma baru, yaitu menciptakan kultur politik baru yang demokratis dan egaliter dengan berupaya memutus hubungan dengan sejarah gelap pada era Orde Baru.

Wilayah-wilayah yang menyumbang suara Partai Golkar pada Pemilu 1999, yakni Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah luar Jawa dengan sumbangan suara terbanyak sebesar 2,4 juta, setelah itu Jawa Barat dengan sumbangan suara 5,4 juta dan Jawa Timur 2,5 juta suara. Di Pulau Sumatera, pada wilayah Provinsi Sumatera Utara menjadi penyumbang terbesar yakni sebanyak 1,1 juta suara.

Pada Pemilu 1999 mulai terjadi perubahan politik dan konflik di dalam tubuh partai ini. Perpecahan yang terjadi yakni satu per satu kadernya memisahkan diri dan membentuk parpol baru seperti Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Partai MKGR, Partai Karya Peduli Bangsa, serta Partai Patriot Pancasila. Terdapat tiga parpol yang pendirinya merupakan mantah elite partai Golkar, yakni Partai Nasdem, Hanura, serta Gerindra.

Pada Pemilu 2004, konsolidasi dan repoisi Golkar dengan paradigma baru berhasil mengembalikan kemenangan Golkar. Walaupun perolehan suara partai ini menurun menjadi 21,6 persen, namun penguasaan wilayah oleh Partai Golkar lebih luas cakupannya dibandingkan PDI Perjuangan. Sebanyak 27 provinsi dari 33 provinsi yang ada menjadi wilayah genggaman Golkar.

Wilayah kekuasaan Golkar meningkat tajam pada tingkat kabupaten/kota jika dibandingkan dengan Pemilu 1999. Dari 440 kabupaten/kota 61,6 persen (271 kabupaten/kota) menyumbang untuk kemenangan Golkar pada 2004 meningkat 36,4 persen dibanding pemilu sebelumnya. Basis massa Golkar sebagian besar (88,6 persen) berada diluar Pulau Jawa yang tersebar di 240 kabupaten/kota. Provinsi Sulsel merupakan wilayah hampir seluruh kawasannya menjadi penyumbang suara terbesar ke empat bagi SBY-JK dalam pemilihan presiden putaran kedua. Di Pulau Jawa Golkar hanya mempertahankan suara di 31 kabupaten/kota.

Pada Pemilu Presiden 2004, Partai Golkar mencalonkan pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid, di sisi lain Jusuf Kalla selaku pengusaha dan fungsionaris Golkar berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Partai Demokrat. Hal tersebut merupakan awal dari perpecahan di dalam tubuh Golkar. Kubu terbagi menjadi dua yakni kubu Akbar Tandjung yang mendukung Wiranto dan kubu Jusuf Kalla yang berduet dengan SBY. Hasil dari putaran pertama Pilpres 2004 menempatkan Susilo Bambang Yudhoyono –Jusuf Kalla pada urutan pertama dengan perolehan sebanyak 39,8 juta suara (33,574 persen) dan pasangan dukungan Golkar Wiranto-Salahuddin Wahid berada di urutan ketiga dengan perolehan suara 26,28 juta suara (22,154 persen). Pasangan dua teratas yakni SBY-JK dan Megawati Soekarnoputri-K.H. Hasyim Muzadi lolos untuk putaran kedua.

Perpecahan Partai Golkar semakin memanas ketika Jusuf Kalla dibebastugaskan sebagai Penasihat DPP Partai Golkar serta sembilan pengurus Partai Golkar dipecat sementara sebagai anggota maupun pengurus. Alasan pemecatan tersebut adalah karena Jusuf Kalla bersama sembilan fungsionaris lainnya dianggap telah melakukan berbagai gerakan secara sengaja, sistematis, dan terencana untuk tidak mematuhi keputusan rapat pimpinan partai. Pemecatan tersebut merupakan kali pertama sepanjang sejarah perjalan partai ini. Menurut Fahmi Idris, pemecatan ini cukup fenomenal karena sejak berdiri tahun 1964 dalam bentuk Sekber Golkar belum pernah ada pemecatan massal seperti itu. Menurut Idris, ini merupakan wujud kepanikan pengurus dan patut dipertanyakan dari segi kesetiakawanan (Kompas, 16 September 2004).

Pada putaran kedua pemilihan presiden, kubu Akbar Tandjung mendukung pasangan Megawati-K.H. Hasyim Muzadi sementara Jusuf Kalla terus melenggang dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Hasil akhir Pilpres 2004 dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Kemenang tersebut kemudian menjadi arus balik Jusuf Kalla di dalam tubuh partai Golkar.

Pada Munas VII Partai Golkar di Bali tanggal 16-19 Desember 2004, Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Akbar Tandjung dalam perebutan jabatan Ketua Umum Golkar periode 2004-2009. Kemenangan tersebut mengukuhan bahwa penguasa dan pengusaha kini mendominasi Partai Golkar sekaligus semakin menguatkan wajah Golkar yang selalu menempel dengan kekuasaan.

Golkar terbukti mampu memanfaatkan dukungan basis massa yang sebagian besar ada di pedesaan dan di luar Pulau Jawa dengan berbagai isu yang lebih dekat dengan kultur politik lokal. Walaupun sering kali bersifat transaksional, seperti isu pembangunan fisik desa, dukungan bagi Golkar dari pemilih pedesaan terbukti menopang tegaknya partai ini yang mulai goyah di kawasan perkotaan. Pada ajang parlemen, Golkar ditopang dengan 120 kursi pada Pemilu 1999 dan 127 kursi pada hasil Pemilu 2004 serta beberapa menteri di dalam kabinet, sudah memberi amunisi yang cukup bagi Golkar untuk menaikan daya tawar dan menghalangi pembaruan-pembaruan politik yang mungkin bisa merugikannya.

Dalam tiga pemilu terakhir tercatat bahwa kantong-kantong suara Partai Golkar lebih banyak berasal dari wilayah luar Jawa. Dari perbandingan persentase suara nasional dibandingkan persentase perolehan suara di tingkat provinsi dapat diketahui pasokan suara paling besar dari partai ini berasal dari luar Jawa. Pada Pemilu 1999 Partai Golkar secara nasional meraih 22,4 persen. Sebanyak 17 provinsi tercatat perolehan suaranya berada diatas persentase suara nasional. Di Sulawesi tercatat rata-rata mendapatkan suara di atas 50 persen lebih. Pada Pemilu 2004 tidak jauh berbeda dengan Pemilu 1999 meskipun mengalami penurunan dengan raihan suara Golkar secara nasional mencapai 21,6 persen. Sulawesi menjadi pemasok terbesar karena wilayah ini mampu mendulang suara melebihi persentase suara nasional. Walaupun suara nasional turun, penetrasi kantong-kantong suara Golkar bertambah. Pada Pemilu 2004, provinsi raihan suara yang melebihi persentase nasional bisa bertambah menjadi 18 provinsi jika sebelumnya di Pemilu ada 17 provinsi.

Pada Pemilu 2009, partai ini mengalami penurunan perolehan suara yang cukup signifikan yang hanya mencapai 14,5 persen. Namun penetrasi kantong penguasaan wilayah kembali bertambah dengan perolehan suara melebihi persentase suara nasional di 22 provinsi. Sulawesi masih masuk dalam penyumbang terbesar suara karena raihannya melebihi persentase suara nasional. Meningkatnya suara dibeberapa provinsi, seperti Sulawesi Selatan tidak lepas dari sosok Jusuf Kalla yang merupakan putra daerah dari wilayah tersebut.

Pemilu 2014 merupakan momentum bagi Partai Golkar untuk tetap berada di papan atas kancah politik nasional. Golkar menempati posisi kedua teratas setelah PDI Perjuangan. Perolehan suara partai ini sebesar 14,7 persen yang setara dengan 18,4 juta suara dan menempatkan 91 kadernya di kursi DPR. Pemilu ini merupakan satu-satunya menjadikan suara Golkar mengalami peningkatan.

Sebelumnya, Partai Golkar selalu mengalami penurunan suara sejak 1999 hingga 2009 meskipun tetap bertahan sebagai partai papan atas. Namun, peningkatan suara yang terjadi tidak dapat menghantarkan partai ini untuk mencalonkan Aburizal Bakrie menjadi calon presiden. Golkar kemudian memutuskan untuk mendukung pasang Prabowo-Hatta Rajasa yang merupakan calon usungan Partai Gerindra, PKS, PPP, dan PAN. Di sisi lain, pada Pilpres 2014 Jusuf Kalla yang merupakan kader dan sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar diangkat menjadi calon wakil presiden berpasangan bersama capres Joko Widodo.

Pada karakter pemilih, Partai Golkar selama Pemilu 2009 dan 2014, pendukungnya cenderung penduduk desa. Partai ini konsisten dengan basis pendukungnya di luar Jawa dalam dua pemilu terakhir. Pada Pemilu 2014, Partai Golkar memperoleh peningkatan dukungan dari pendukung yang berada di wilayah perkotaan dan di Pulau Jawa.

Pada segi demografi, partai ini telah lama diminati oleh pemilih usia 35 tahun keatas. Namun, pada Pemilu 2014 ada peningkatan persentase pemilih yang berusia 17-35 tahun. Partai ini pun dominan dengan dukungan pemilih yang bersuku selain Jawa. Sebagai partai nasionalis, Golkar cukup diminati oleh pemilih yang beragama selain Islam dengan persentase pemilih non-Muslim Golkar tiga persen lebih besar daripada persentase pemilih non-Muslim nasional.

Partai Golkar cenderung didukung secara merata oleh pemilih mulai dari tingkat pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi serta kelas ekonomi bawah sampai atas.pada Pemilu 2009, mayoritas pendukung Golkar berprofesi sebagai wirausaha. Akan tetapi, pada Pemilu 2014, pemilih partai ini meningkat signifikan dari kalangan pelajar dan mahasiswa, aparat negara, serta pegawai swasta.

Sejumlah kader Partai Golkar membawa berkas pendaftaran Pemilu 2019 untuk diperiksa kelengkapannya di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (15/10/2017).

TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 580 anggota DPR RI terpilih periode 2024-2029 akan dilantik pada Selasa (1/10/2024).

Pelantikan dan pengucapan sumpah anggota DPR RI periode 2024-2029 digelar di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta Pusat.

Sebanyak 580 wakil rakyat terpilih dari 8 partai politik, 84 daerah pemilihan, dan tersebar di 38 provinsi.

Menurut data KPU, perolehan total suara sah nasional dalam Pileg 2024 DPR RI berjumlah 151.793.293 suara.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi partai politik dengan perolehan suara terbanyak dengan lebih dari 25 juta suara.

Partai Golkar menjadi partai kedua dengan perolehan suara terbanyak, yaitu lebih dari 23 juta.

Urutan ketiga ada Partai Gerindra yang diketuai presiden terpilih, Prabowo Subianto, dengan lebih dari 20 juta suara.

Diketahui, partai politik yang lolos ke Senayan pada Pileg 2024 harus mendapatkan minimal empat persen atau 6.071.731,72 suara.